top of page

Penindasan Minoritas Seksual oleh Kristen Protestan di antara Universitas Korea

Golongan Pembenci dari Protestan Konservatif Menindas Minoritas Seksual dan Memperkuat Ikatannya.

  • Penerjemah bahasa Indonesia: Payung

  • Pemeriksa bahasa Indonesia: -

  • Penulis bahasa asal: 에스텔

  • Pemeriksa bahasa asal: 레이, Miguel


Perubahan seperti diterima universitas sering berfungsi sebagai sarana pembebas bagi pemuda-pemudi di Korea. Minoritas seksual remaja yang merasa tertahan di dalam keluarga, mendapatkan kebebasan di lingkungan universitas. Akan tetapi universitas juga menjadi tempat penindasan terhadap minoritas seksual. Kebanyakan kasus, penindasan di universitas Korea disebabkan oleh golongan pembenci dari Kristen Protestan.


Pengaruh Kristen Protestan sangat besar di Korea. Jumlah umat Kristen Protestan 17% dari total populasi Korea, tetapi mereka mempertahankan hubungan dekat dengan penguasa konservatif dan menghasilkan pengaruh politik yang besar. Politisi Kristen Protestan dari partai yang berkuasa dan partai-partai yang oposisi hadir pada Doa Pagi Nasional, maka tidak tergantung pada afiliasi partai, Presiden pada masa jabatan tersebut menghadiri Doa Pagi Nasional tersebut setiap tahun. Mantan Presiden Lee Myung-bak, pada masa jabat sebagai Walikota Seoul, dia berkata bahwa “Seoul dinaikkan kepada Tuhan.” Ketua DPR saat ini, Kim Jinpyo, telah menunjukkan tanggapannya untuk menentang Undang-Undang Anti-Diskriminasi dan menunjukkan tanggapan homofobia beberapa kali dari sebelum menjadi ketua DPR. Setelah menjadi ketua DPR, Kim Jin Pyo mengajukan “gerakan untuk menyembuhkan homoseksualitas” sebagai cara untuk mengatasi angka kelahiran yang rendah.


Para peneliti menganalisis bahwa kebencian Kristen Protestan terhadap minoritas seksual di universitas Korea mencerminkan kecenderungan Kristen Protestan secara keseluruhan di Korea.

Alasan mengapa Kristen Protestan Korea dapat mempunyai kuasa yang begitu besar adalah karena Kristen Protestan Korea merupakan kumpulan yang mempunyai sistem strukturalisasi yang baik di Korea. Mereka dapat menekan politisi lokal berdasarkan kekuatan organisasi mereka yang berpusat pada gereja besar. Fasilitas kesejahteraan sosial dan yayasan sekolah swasta yang didirikan oleh Kristen Protestan juga berfungsi sebagai komunitas keagamaan yang menerima bantuan nasional.


Pengaruh Kristen Protestan juga meluas ke universitas, dan aspek penindasan yang disebabkan oleh Kristen Protestan di universitas beragam. Oleh karena Korea mempunyai tingkat masuk perguruan tinggi yang tinggi, banyak pemuda minoritas seksual terkait erat dengan kehidupan di universitas. Maka, klub LGBT di setiap sekolah memainkan peran penting. Klub LGBT lebih membutuhkan ruang klub yang aman dibandingkan dengan klub lain. Untuk tujuan ini, diperlukan untuk mendapatkan pengesahan klub dari universitas dan senat mahasiswa. Klub yang disahkan sebelumnya dapat mengikuti pemungutan suara untuk pengesahan klub LGBT sebagai klub resmi. Namun dalam proses ini, beberapa klub Kristen Protestan menunjukkan sikap berlawanan. Sering memberi pemungutan suara tidak setuju atau abstain tanpa alasan, dan mempermasalahkan apa klub tersebut harus ada di universitasnya hanya untuk klub LGBT, dan bahkan secara terbuka di dalam pertemuan, melontarkan ujaran kebencian berdasarkan pandangan agamanya.


Foto konferensi pers yang diadakan oleh beberapa organisasi termasuk 'Kumpulan Mahasiswa Universitas Nasional Seoul untuk Kebebasan dan Hak Asasi Manusia' memegang spanduk tertulis, "Deklarasi 'Pelanggaran' Hak Asasi Manusia yang menindas kebebasan hati nurani, kebebasan wacana, dan kebebasan akademik! Bapak Rektor, Tolong hapuskannya." Tuntutan mereka termasuk "2. (Pengajuan) Piagam Hak Asasi Manusia, yang bermaksud menjadikan Universitas Nasional Seoul dan universitas Korea sebagai tempat propaganda ideologi gender, harus segera dihapuskan." disertakan. (Sumber: Berita 1)
Foto konferensi pers yang diadakan oleh beberapa organisasi termasuk 'Kumpulan Mahasiswa Universitas Nasional Seoul untuk Kebebasan dan Hak Asasi Manusia' memegang spanduk tertulis, "Deklarasi 'Pelanggaran' Hak Asasi Manusia yang menindas kebebasan hati nurani, kebebasan wacana, dan kebebasan akademik! Bapak Rektor, Tolong hapuskannya." Tuntutan mereka termasuk "2. (Pengajuan) Piagam Hak Asasi Manusia, yang bermaksud menjadikan Universitas Nasional Seoul dan universitas Korea sebagai tempat propaganda ideologi gender, harus segera dihapuskan." disertakan. (Sumber: Berita 1)

Klub Kristen Protestan memiliki hubungan dekat dengan kelompok fakultas seperti Asosiasi Dosen Kristen dan gereja lokal terdekat. Mereka menggunakan jaringan kontak pribadi dan kemampuan modal untuk menyebarkan ujaran kebencian dengan mengadakan acara publik seperti ceramah. Mereka juga mengadakan konferensi pers untuk mencegah pemberlakuan Piagam Hak Asasi Manusia, yang mengandung larangan diskriminasi terhadap kaum LGBT. Di dalam universitas berbasis Kristen Protestan, otoritas universitas secara langsung menindas kelompok LGBT. Dalam kasus Universitas Teologi Chongshin, menganggap klub LGBT menentang ideologi pendiri universitas, dan secara resmi mendirikan kebijakan mengeluarkan segera mahasiswa yang diketahui sebagai anggota klub LGBT. Untuk mengetahui anggota klub, menjalankan inspeksi SNS dan pelacakan alamat internet IP. Profesor masuk diam-diam ke dalam wilayah Festival Budaya Queer Seoul untuk melacak mahasiswa. Oleh karena penindasan yang disebut, ketika ada orang lain dari universitas lain yang membantu mengibarkan bendera klub universitas Chongshin, orang tersebut digugat sebagai orang yang mencemarkan nama baik universitas.


Masalah ini tidak terbatas pada universitas teologi saja. Di Handong Global University, sebuah universitas swasta yang terkenal dengan karakteristik Kristen Protestannya yang kuat, oleh karena kuliah bersifat feminisme dan menyebut tentang LGBT diadakan walaupun izin ditolak, beberapa mahasiswa menerima tindakan disipliner berat seperti pensekorsan tak terbatas, dan terungkap identitasnya secara terbuka. Untuk alasan apa universitas-universitas Korea menjadi medan pertempuran kebencian terhadap LGBT yang begitu keras? Para peneliti menganalisis bahwa kebencian Kristen Protestan terhadap minoritas seksual di universitas Korea mencerminkan kecenderungan Kristen Protestan secara keseluruhan di Korea. Dikatakan bahwa ideologi anti-homoseksualitas, anti-Islam, anti-pengungsi, dijadikan ideologi pengganti ideologi anti-komunisme yang digunakan oleh kaum konservatif Korea Selatan. Semua kejadian di universitas yang diurutkan di atas, berkaitan erat dengan gerakan di dalam gereja. Pemimpin badan keagamaan menentang undang-undang anti-diskriminasi dengan politisi konservatif. Pembicara yang sama datang untuk melontarkan ujaran kebencian di dalam kuliah, dan di acara debat yang dibuka di gedung DPR.


Selain itu, Kristen Protestan Korea juga mengalami penurunan jumlah umat yang signifikan seperti kecenderungan secara global, dan penurunan kelompok pemuda sangat besar. Kristen Protestan Korea menyimpulkan situasinya sebagai krisis yang mengancam keberadaan mereka, dan menganalisis bahwa “dunia ini menghadapi keruntuhan karena ideologi humanistik Barat yang mempengaruhi besar pada kaum muda, dan harus menyelamatkan mereka untuk membangun masa depan”.


Tampaknya penindasan oleh Kristen Protestan akan semakin berat di universitas-universitas. QUV (Solidaritas Kumpulan LGBT Pemuda dan Perguruan Tinggi) telah bubar, dan aksi solidaritas antara mahasiswa secara keseluruhan tidak seperti sebelumnya. Korea membutuhkan lebih banyak perhatian terhadap penindasan minoritas seksual di dalam universitas.





 
  • Penerjemah bahasa Indonesia: Payung

  • Pemeriksa bahasa Indonesia: -

  • Penulis bahasa asal: 에스텔

  • Pemeriksa bahasa asal: 레이, Miguel


Bahan Referensi



11 tampilan0 komentar

コメント


bottom of page